8jeddah.com – Seiring perkembangan teknologi, kini para ilmuwan dapat melakukan rekonstruksi wajah menggunakan komputer. Teknologi tersebut dimanfaatkan untuk merekonstruksi seorang wanita yang hidup di Arab Saudi sekitar 2.000 tahun lalu. Mengutip Live Science, wanita itu bernama Hinat yang berasal dari peradaban Nabataean. Jenazah Hinat dimakamkan di antara 80 kerangka dalam sebuah makam berusia 2.000 tahun di Hegra, yakni merupakan situs warisan dunia UNESCO yang berlokasi di kota kuno AlUla (Al-‘Ula).
Asal-usul Wanita Arab Bernama Hinat
Para ilmuwan menamainya Hinat karena berdasarkan prasasti almarhum yang diukir di fasad makam. Dari hasil analisis kerangka tubuhnya, Hinat diyakini hidup sampai usia 40-50 tahun dan memiliki tinggi sekitar 1,6 meter. Selain itu, para ilmuwan meyakini bahwa semasa hidupnya Hinat memiliki status sosial menengah ke atas. Hal ini diketahui berdasarkan penguburannya di makam kuno tersebut.
Hasil Rekonstruksi Wajah Hinat
Dalam proses rekonstruksi wajah Hinat, ilmuwan dan ahli menggunakan ilmu forensik, paleopatologi, CT scan FOR4D, dan printer 3D untuk membuat perkiraan wajah versi silikonnya. Hasilnya, Hinat terungkap berkerudung yang menutupi sebagian rambutnya dan memiliki kulit gelap. Lalu, Hinat digambarkan memiliki hidung yang mancung serta bentuk wajah yang lonjong. Bentuk matanya agak bulat dengan bibir yang kecil. Proyek ini sekaligus menandai pertama kalinya perkiraan wajah dibuat untuk seorang perempuan Nabataean. Akan tetapi, para arkeolog sebenarnya telah menggali kerangka Hinat pada 2015 silam.
Mengenal Masyarakat Nabataean
Sebagai informasi, masyarakat Nabataean tinggal di sepanjang perdagangan dupa atau Insence Trade Route yang menghubungkan Arab Selatan dan Laut Mediterania. Sayangnya, berdasarkan pernyataan AlUla Royal Commission, tak banyak yang ditulis mengenai orang-orang Nabataean lewat sisi sejarahnya. Seorang arkeolog bernama Laila Nehme mengatakan jika orang-orang Nabataean dikenal sedikit misterius.
“Kami tahu banyak, tetapi pada saat yang sama kami tahu sangat sedikit karena mereka tidak meninggalkan teks atau catatan sastra apa pun,” kata Nehme.
Meski begitu, menggali makam Hinat merupakan salah satu kesempatan baik untuk para ilmuwan dan ahli agar dapat belajar dan mengulik lebih jauh sejarah orang-orang Nabataean. Di sisi lain, karena kurangnya catatan tertulis atau genetik, para peneliti dapat secara bebas merekonstruksi ulang wujud Hinat. Kini, para ilmuwan menggunakan data arkeolog agar bisa memahami bagaimana cara berpakaian perempuan Nabataean. Contohnya, potongan kain yang ditemukan di makamnya bisa menjadi rujukan seperti apa ia berpakaian.
Sejumlah Ahli Ragu dengan Rekonstruksi Wajah Hinat
Meski proyek rekonstruksi wajah Hinat yang hidup sekitar 2.000 tahun lalu menarik para ilmuwan, namun beberapa ahli mempertanyakan keakuratan hasilnya. Salah satunya diungkapkan Laurence Hapiot, seorang arkeolog dari King Abdullah University of Science and Technology FOR4D Arab Saudi. Hapiot mengatakan ada beberapa interpretasi non-ilmiah dalam rekonstruksi wajah wanita tersebut. Sementara itu, Dr Tuttle yang merupakan pakar Nabataean mengungkapkan salah satu kendala dalam arkeologi Nabataean sekaligus studi tentang para penduduknya adalah kurangnya gambar wajah mereka.
“Mereka tidak terlalu sering digambarkan dalam seni mereka sendiri, dan selama puluhan tahun orang yang bekerja di situs arkeologi Nabataean, kami tidak memiliki banyak jenazah manusia,” ujar Dr Tuttle yang dikutip The National UK.
Para ahli memprediksi orang-orang Nabataean termasuk masyarakat kelas menengah karena mendapatkan kekayaan dari perdagangan. Penduduk Nabataean juga kerap mengukir makam yang sangat rumit di tebing batu pasir yang mengelilingi Hegra. Itu dia penjelasan mengenai rekonstruksi wajah sosok wanita Arab Saudi dari suku Nabataean yang hidup sekitar 2.000 tahun lalu.
Leave a Reply